Peninggalan Pelestarian Sosial Budaya di Sumatera Utara (Suku Nias)

 

KATA PENGANTAR

 

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Peninggalan Pelestarian Sosial Budaya di Sumatera Utara (Suku Nias)” dengan sebaik-baiknya.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah mengalami berbagai hal baik suka maupun duka. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan selesai dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Sebagai rasa syukur atas terselesainya makalah ini, maka dengan tulus penulis sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik pada teknik penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berhubungan dengan judul makalah ini.


 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang.......................................................................................... 1

B.     Rumusan Masalah .................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A.    Lokasi Lingkungan Alam dan Demografi ................................................ 3

B.     Bahasa ...................................................................................................... 4

C.     Sistem Teknologi ...................................................................................... 5

D.    Sistem Mata Pencaharian ......................................................................... 6

E.     Sistem Pengetahuan ................................................................................. 7

F.      Kesenian ................................................................................................... 8

G.    Pakaian Adat Suku Nias .......................................................................... 9

H.    Sistem Religi ............................................................................................ 11

BAB III PENUTUP

A.    Kesimpulan ............................................................................................... 13

B.     Saran ......................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 15


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan beragam suku, budaya, ras, agama, dan glan. Dengan berbagai keragamannya membuat banyak pihak tertarik untuk mengenal lebih dalam tentang setiap keragaman tersebut. Dalam hal ini setiap manusia diperhadapkan pada masalah 5W+1H yaitu apa, siapa, dimana, kapan, mengapa dan bagaimana. Mengapa demikian? Karena dengan mengetahui jawaban dari pertanyaan itu maka seseorang itu akan merasa lebih puas dan semakin tertarik untuk mengenal lebih dalam tentang keragaman itu.

Dalam hal ini saya juga mengambil satu topik pembahasan dari sekian banyak keragaman suku di Indonesia yaitu “SUKU NIAS”. Saya membahas topik ini karena saya juga merupakan suku asli Nias, sehingga sebagai penduduk asli saya pun merasa sangat tertarik untuk mengupas lebih dalam tentang suku saya sendiri dan berbagai aspek-aspek yang berkaitan di dalamnya.

Pulau Nias yang terletak di sebelah barat pulau Sumatra lebih tepatnya terletak kurang lebih 85 mil laut dari Sibolga, daerah Provinsi Sumatera Utara  ini dihuni oleh suku Nias atau mereka menyebut diri mereka “Ono Niha” yang masih memiliki budaya megalitik. Pulau yang memiliki penduduk mayoritas Kristen protestan telah dimekarkan menjadi empat kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, dan Kota Gunungsitoli.

Pulau yang memiliki luas wilayah 5.625 kilometer persegi ini memiliki keindahan alam dan pantai yang begitu mempesona. Selain itu beragam aspek lain baik dalam sisi kesenian, budaya atau kebiasaan, makanan, kepercayaan dan lain lain terdapat di Pulau Nias. Sehingga dengan berbagai keragamannya ini banyak warga negara asing sering mengunjungi pulau ini untuk tujuan wisata dan juga penelitian. Yang tentunya hal ini dpaat menambah eksistensi Suku Nias di negara luar.

B.     Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah penulisan makalah ini adalah:

1.      Bagaimana lokasi lingkungan alam dan demografi suku Nias?

2.      Apa bahasa yang biasa dipergunakan di suku Nias?

3.      Bagaimana sistem teknologi yang digunakan di suku Nias?

4.      Apa saja sistem mata pencaharian masyarakat suku Nias?

5.      Bagaimana sistem pengetahuan masyarakat di suku Nias?

6.      Bagaimanakah kesenian yang berkembang di suku Nias?

7.      Bagaimana dengan sistem religi yang dianut oleh masyarakat di suku Nias?

 


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Lokasi Lingkungan Alam dan Demografi

Pulau Nias yang terletak di sebelah barat pulau Sumatra lebih tepatnya terletak kurang lebih 85 mil laut dari Sibolga ,daerah Provinsi Sumatera Utara.  Pulau dengan luas wilayah 5.625 km2 ini berpenduduk 700.000 jiwa yang dihuni oleh suku Nias atau mereka menyebut diri mereka Ono Niha yang masih memiliki budaya megalitik. Pulau yang memiliki penduduk mayoritas Kristen protestan telah dimekarkan menjadi empat kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, dan Kota Gunungsitoli.

Pulau yang memiliki luas wilayah 5.625 kilometer persegi ini memiliki keindahan alam dan pantai yang begitu mempesona. Banyak objek wisata yang dapat dikunjung dipulau Nias, Nias memiliki Pantai yang bias mengimbangi pantai – pantai di Bali seperti pantai pantai yang ada di Nias Utara, Nias Barat, dan Gunung Sitoli. Wisata budaya juga menjadi prioritas para pelancong baik wisatawan domestik maupun mancanegara.

Akan tetapi pada 26 Desember 2004, gempa bumi Samudera Hindia 2004 terjadi di wilayah pantai barat pulau ini sehingga memunculkan tsunami setinggi 10 meter di daerah Sirombu dan Mandrehe. Korban jiwa akibat insiden ini berjumlah 122 jiwa dan ratusan keluarga kehilangan rumah. Lalu pada 28 Maret 2005, pulau ini kembali diguncang gempa bumi, tadinya diyakini sebagai gempa susulan setelah insiden desember 2004 di Aceh, namun kini peristiwa tersebut merupakan gempa bumi terkuat kedua didunia sejak 1965. Sedikitnya 638 orang dilaporkan tewas serta ratusan bangunan hancur.

Akibat bencana alam yang melanda Pulau Nias berbagai pihak turut ikut serta memberikan berbgai bantuan untuk masyarakat Nias baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dalam bentuk makanan, minuman, air bersih, pakaian, obat-obatan dan pembangunan rumah gratis untuk masyarakat yang rumahnya hancur total akibat bencana alam tersebut.

Seiring dengan perkembangannya setelah bencana alam yang melanda Pulau Nias, berbagai perubahan-perubahan pun terjadi baik dari aspek fisik maupun non fisik. Seperti pembangunan-pembangunan yang semakin memadat, pembukaan berbagai lapangan kerja, sarana dan prasarana pendidikan  yang semakin berkembang, wisata alam yang semakin diperbahurui menjadi lebih menarik sehingga hal ini membuat eksistensi Pulau Nias menjadi lebih meningkat dan semakin dikenal baik dalam negeri maupun luar negeri.

 

B.     Bahasa

Bahasa yang mayoritas digunakan oleh masyarakat suku Nias adalah “Li Ono Niha” artinya Bahasa Nias.

Bahasa Nias termasuk dalam rumpun bahasa Melayu – Polinesia tetapi
agak berbeda dengan bahasa Nusantara lainnya, karena sifatnya yang vocal yaitu tidak mengenal konsonan di tengah maupun di akhir kata. Bahasa Nias mempunyai huruf bunyi tunggal (vokal) yang khas yaitu yang bunyinya hampir sama dengan e pepet atau eu dalam bahasa sunda.

Logat dan intonasi bunyi bahasa Nias berbeda–beda yaitu karena memiliki dua logat, antara lain logat Nias Utara dan Nias Selatan atau Tello. Logat pertama dipergunakan di Nias bagian utara, timur, dan barat yang menggunakan pengaruh logat bahasa Nias Utara antara lain di daerah pedalaman dan daerah pantai memiliki cirri khas. Logat yang kedua di Nias bagian tengah, selatan dan Kepulauan Batu yang mendapat mengaruh bahasa logat Nias bagian Selatan yaitu di daerah pedalaman dengan intonasi yang lebih tegas dan penekanan bunyi konsonan lebih sering.

 

 

 

 

C.    Sistem Teknologi

Orang Nias yang berkebudayaan megalitik sudah mengenal teknologi mengenai pertukangan logam sejak zaman prasejarah. Misalnya, pandai membuat jenis-jenis pedang dan golok perang yang disebut seno gari dan telogu. Dari segi ketajaman, keampuahan, dan keindahan bentuk, senjata-senjata tajam buatan Nias tidak kalah dengan mandau yang dibuat oleh Dayak

Orang Nias juga memiliki keahlian dan keterlampilan dalam seni membangun pemukiman, seni ukir, dan seni tari sangat khas. Keahlian orang Nias yang khas ini diwariskan secara turun temurun sehingga keasliannya masih dapat dipertakankan. Namun adanya pergeseran niali akibat pengaruh budaya luan membuat keakhlian khas yang dimiliki orang Nias tidak begitu berkembang terutama dalam seni membuat perkakas atau ornament-ornamen dalam keperluan rumah tangga.

Industri yang berkembang di Nias berupa kerajinan rumah seperti : kerajinan anyaman, topi, tikar, karung dan bagian-bagian ornament untuk bagian-bagian rumah. Industri lainnya berupa industri perkakas logam seperti pedang, tombak, golok dan cangkul.

Sistem teknologi pada suku Nias sama halnya seperti yang terjadi pada suku-suku lain yang terdapat di negara Indonesia yaitu seiring dengan perkembangan zaman mengalami perubahan-perubahan. Contohnya dalam segi peralatan rumah tangga yang digunakan zaman dulu dan zaman sekarang.

Zaman dulu peralatan rumah tangga yang sering digunakan adalah  :

·         Bowoa tanö - periuk dari tanah liat, alat masak tradisional

·         Figa lae - daun pisang yang dipakai untuk menjadi alas makanan

·         Halu (alat menumbuk padi)

·         Lösu – lesung

·         Sole mbanio - tempat minum dari tempurung

·         Katidi - anyaman dari bamboo

·         Niru (Alat untuk menapik beras untuk memisahkan dedak)

·         Haru - sendok nasi

·         Famofu - alat niup api untuk memasak

·         Fogao Banio (alat pemarut kelapa)

Berbeda halnya dengan sekarang yang semakin menggunakan barang-barang elektronik seperti reskuker, dispenser, kulkas, blender dll.

 

D.    Sistem Mata Pencaharian

Mata pencaharian orang Nias, kecuali yang tinggal di daerah pantai adalah pada umumnya bercocok tanam yakni di ladang (sabae’e) dan di sawah (laza). Lahan di Pulau Nias tergolong memiliki daya guna yang besar bila system pendayagunaan dikembangkan. Hal ini di sebabkan oleh iklim di daerah Nias sangat menunjang untuk lahan pertanian karena memiliki curah hujan yang tingg sehingga banyak juga orang Nias yang hidup dari bertani.

Mata pencaharian lainnya adalah berburu di hutan, menangkap ikan di sungai, beternak dan bertukang. Hasil peternakan utama di Nias adalah babi. Selain itu diternakkan pula kambing dan kerbau yang biasanya diusahakan oleh orang Nias yang beragama Islam.

Nias juga memiliki hutan tropik yang beraneka ragam jenis tanaman dan relative tidak homogen. Banyak dijumpai tanaman perkebunan seperi cengkeh, kopi, karet dan Nilam. Dan yang menjadi hasil olahan penduduk antara lain berupa minyak nilam, kopi, kopra dan minyak kelapa. Minyak nilam dari Nias juga diekspor setelah diproses di Medan sebagai bahan kosmetik. Sedangkan kpra dan kopi di pasarkan keluar pulau Nias namun masih dalam jumlah yang kecil karena keterbatasan sarana dan prasarana angkutan (distribusi barang yang terbatas).

Selain itu seiring dengan perkembangan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat, sekarang banyak masyarakat yang berprofesi sebagai pegawai negeri dan lembaga pemerintahan lainnya.

 

 

 

E.     Sistem Pengetahuan

Sistem Pengetahuan yang dimiliki suku Nias sudah cukup berkembang. Dulunya mereka mengetahui akan kesadaran waktu di dalam kehidupan. Suku Nias juga memiliki ahli astrologi yang dikenal sebagai orang Boronadu atau Sibihasa. Orang ini memberikan keterangan musim tanam atau tunai telah tiba dalam pertanian. Waktu dalam suku bangsa Nias di kenal sebagai suatu pengertian yang ada hubunganya dengan bintang tertentu yang disebut madala. Madala selain menunjukkan nama bintang, juga memberikan pengertian tentang pembagian waktu. Madala fajar menunjukkan waktu fajar menyingsing, madala laluwo menunjukkan waktu tengah hari, dan madala tanobi menunjukkan waktu matahari tenggelam.

Waktu dalam hari dalam hari dihubungkan dengan posisi peredaran matahari. Ahulo menunjukkan waktu matahari terbit. Laluo menunjukkan waktu matahari tepat diatas (siang hari), Mamoka dodoga’i menunjukkan waktu kulit jantung pisang terkelupas (kira – kira pukul 02.00 sampai pukul 03.00 siang hari). Moliriri atau molili rago menunjukkan waktu sore ketika binatang tonggeret berbunyi. Tano Owi yang menunjukkan waktu menjelang malam atau petang hari.

Mereka juga menggunakan pengetahuan waktu dalam perkembangan untuk mempermudah hidup. Diantaranya pada bidang pertanian yaitu untuk mengetahui musim tanam dan panen. Ketika musim tanam padi di tandai apabila bintang madala sifelejara tepat di tengah bumi pada waktu malam hari, dan apabila kedudukannya berada di tempat matahari terbit, hal itu menunjukkan bahwa musim menuai telah tiba.

Selain mengetahui pentingnya kesadaran akan waktu, orang Nias juga memiliki pengetahuan mengenai pengecoran perunggu, pandai emas, seni pahat batu dan ukiran kayu juga telah dimiliki orang Nias sejak lama yang diwariskan secara turun temurun.

Selain itu, seiring dengan perkembangan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat, banyak orangtua yang menyekolahkan anaknya hingga keperguruan tinggi negeri baik yang ada dalam daerah sendiri, diluar Pulau Nias, bahkan di luar negeri, sehingga saat ini banyak masayarakat Nias yang sudah memiliki gelar sarjana baik S1, S2, dan S3 dengan berbagai profesi pekerjaan.

 

F.     Kesenian

Dalam kebudayaan suku Nias terdapat berbagai jenis kesenian-kesenian budaya yang menjadi kebanggaan masyarakat antara lain:

index.jpeg

Lompat Batu

 

29427-tari2bmaena.jpg

Tari Maena

 

rumah.jpg

Omohada (rumah adat)

 

Dalam budaya Ono Niha terdapat cita-cita atau tujuan rohani hidup bersama yang termakna dalam salam “Ya’ahowu” (dalam terjemahan bebas bahasa Indonesia “semoga diberkati”). Dari arti Ya’ahowu tersebut terkandung makna: memperhatikan kebahagiaan orang lain dan diharapkan diberkati oleh Yang Lebih Kuasa. Dengan kata lain Ya’ahowu menampilkan sikap-sikap: perhatian, tanggungjawab, rasa hormat, dan pengetahuan. Jika seseorang bersikap demikian, berarti orang tersebut memperhatikan perkembangan dan kebahagiaan orang lain : tidak hanya menonton, tanggap, dan bertanggungjawab akan kebutuhan orang lain (yang diucapkan : Selamat – Ya’ahowu), termasuk yang tidak terungkap, serta menghormatinya sebagai sesama manusia sebagaimana adanya. Jadi makna yang terkandung dalam “Ya’ahowu” tidak lain adalah persaudaraan (dalam damai) yang sungguh dibutuhkan sebagai wahana kebersamaan dalam pembangunan untuk pengembangan hidup bersama.

 

G.    Pakaian Adat Suku Nias

Pakaian adat suku Nias dinamakan Baru Oholu untuk pakaian laki-laki dan Õröba Si’öli untuk pakaian perempuan. Pakaian adat tersebut biasanya berwarna emas atau kuning yang dipadukan dengan warna lain seperti hitam, merah, dan putih. Adapun filosofi dari warna itu sendiri antara lain:

2.JPG

o   kuning yang dipadukan dengan corak persegi empat (Ni’obakola) dan pola Warna bunga kapas (Ni’obowo gafasi) sering dipakai oleh para bangsawan untuk menggambarkan kejayaan kekuasaan, kekayaan, kemakmuran dan kebesaran.

o   Warna merah yang dipadukan dengan corak segi-tiga (Ni’ohulayo/ ni’ogöna) sering dikenakan oleh prajurit untuk menggambarkan darah, keberanian dan kapabilitas para prajurit.

o   Warna hitam yang sering dikenakan oleh rakyat tani menggambarkan situasi kesedihan, ketabahan dan kewaspadaan.

o   Warna putih yang sering dikenakan oleh para pemuka agama kuno (Ere) menggambarkan kesucian, kemurnian dan kedamaian. 

Jenis-Jenis Alat musik yang sering digunakan dalam suatu acara yaitu:

aramba.jpg

Aramba

göndra.jpg

Göndra

faritia.jpg

Faritia

H.    Sistem Religi

Kebudayaan Nias merupakan salah satu kebudayaan Nusantara yang bebas dari pengaruh Hindu – Budha maupun Islam. Orang Nias mengalami banyak perubahan dalam hal kepercayaan dan agamanya. Dahulu kepercayaan orang Nias percaya pada system yang bersumber pada kekuatan alam dan roh leluhur dan juga dua kekuatan super natural,  yang menampakkan diri sebagai gejala-gejala alam dan arwah leluhur mereka. Kekuatan adikodrati (super-natural) bersumber pada gejala-gejala alam yang memiliki nama sesuai dengan tempat atau system kekuatannya.

Para leluhur Nias kuno menganut kepercayaan animisme murni. Mereka mendewakan roh-roh yang tidak kelihatan dengan berbagai sebutan, misalnya: Lowalangi, Laturadanö, Zihi, Nadoya, Luluö dan sebagainya. Dewa-dewa tersebut memiliki sifat dan fungsi yang berbeda-beda. Selain roh-roh atau dewa yang tidak kelihatan dan tidak dapat diraba tersebut di atas, mereka juga memberhalakan roh-roh yang berdiam di dalam berbagai benda berwujud, misalnya: berbagai jenis patung, (Adu Nama, Adu Nina, Adu Nuwu, Adu Lawölö, Adu Siraha Horö, Adu Horö dll) yang dibuat dari bahan batu atau kayu dan juga percaya pada pohon tertentu, misalnya: Fösi, Böwö, Endruo, dll. Oleh karena masyarakat Nias percaya terhadap banyak dewa, maka sering disebut bahwa orang Nias kuno menganut kepercayaan politheisme.

Dalam acara pemujaan dewa-dewa tersebut, mereka menggunakan berbagai sarana misalnya: Dukun atau pemimpin agama kuno (Ere) sebagai perantara dalam menyampaikan permohonan selalu memukul fondrahi (tambur) pada saat menyampaikan permohonan dalam bentuk syair-syair kuno (Hoho) atau mantera-mantera. Selain itu, para ere juga mempersiapkan sesajen, misalnya: sirih dan makanan lainnya untuk dipersembahkan kepada para dewa agar apa yang dimohon dapat dikabulkan. Sesajen dalam bentuk makanan (babi, ayam, telur) disertai kepingan emas juga diberikan supaya upacara pember-halaan itu sempurna dan permohonan dikabulkan. Persembahaan dalam bentuk korban makanan dapat dibagi-bagi kepada orang yang hadir, akan tetapi setelah upacara penyembahan selesai, emas sering kali menjadi porsi ere pada akhirnya.

Banyak benda-benda mati yang dipercayai seolah-olah hidup dan memiliki kekuatan supernatural (sakti) sehingga dijadikan jimat sebagai sumber dan penambah kekuatan/kekebalan. Dari bebatuan, misalnya: Sikhöri Lafau, Kara Zi’ugu-ugu, Kara Mboli, Öri Zökha dan sebagainya. Sesama manusia juga di-ilah-kan. Hal ini tergambar dari ungkapan seperti: Sibaya ba sadono Lowalani (Lowalangi) ba guli danö. Artinya: Paman (saudara laki-laki sekandung dari ibu) dan orang tua merupakan jelmaan Tuhan yang hadir di bumi. Maka tidak heran kalau dalam tradisi kuno sebelum agama baru masuk di Nias, patung leluhur (Adu Zatua) selalu dibuat untuk kemudian diberhalakan. Kepercayaan dalam bentuk ani-misme-politheisme ditinggalkan oleh masyarakat setelah para misionaris menyebarkan agama di Nias. Pembuatan patung-patung dilarang, karena hanya dipandang dari sisi teologis saja, sementara pesan moral dan nilai seni di dalam berbagai patung (ukiran dan pahatan) itu tidak dihiraukan.

Pemusnahan patung-patung secara besar-besaran dilakukan pada masa adanya gerakan ‘Fangesa Dödö Sebua’ (pertobatan massal) sejak tahun 1916 sampai dengan tahun 1930 yang dimotori oleh para misionaris Kristen dari Eropa yang menganut pandangan “Christ against Culture” (Kristus menentang Kebudayaan). Serta berbagai pengabaran injil yang dilakukan oleh para misionaris deninger di kepulauan Nias.

Saat ini religi orang Nias yang berlaku pada masa dahulu sudah tidak sama lagi dengan yang sekarang. Karena sekarang sebagian besar orang Nias sudah beragama Kristen Protestan. Namun ada agama lain yang juga mempunyai penganut di Nias adalah agama Islam, Katolik, dan Budha.

 


 

BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Suku Nias merupakan salah satu suku di Indonesia yang mempunyai kebudayaan yang masih terjaga. Mereka dapat memelihara kebudayan aslinya yang diturunkan oleh nenek moyangnya sejak ratusan tahun yang lalu. Meskipun saat ini mereka juga sangat terbuka terhadap perkembangan zaman globalisasi dan dapat menyatukan kebudayaan luar terhadap kebudayaan aslinya tanpa menghilangkan kebudayaan yang asli.

Berbagai hal dapat dinikmati ketika mengunjungi kepulauan ini, baik dari segi keindahan alamnya yang saat ini sangat terkenal dengan pantai sorake nya yang memiliki ombak yang besar sama halnya seperti di pantai hawai dan salah satunya lagi adalah tradisi lompat batu. Tradisi ini sudah lama di miliki oleh orang Nias, namun sampai sekarang mereka tetap mempertahankan tradisi tersebut. Dan tradisi Lompat batu ini menjadi salah satu obyek wisata yang terkenal di Indonesia. Pulau Nias juga bisa lebih dikenal karena tradisi lompat batu ini.

Terhadap pendatang, masyarakat Nias sangat ramah, terbuka dan selalu berusaha untuk menjelaskan tentang hal-hal yang dioertanyakan oleh si pendatang. Masyarakat Nias juga terbuka terhadapkritik dan saran yang diberikan terhadap perubahan yang lebih baik demi perbaikan sukunya.

 

B.     Saran

Dengan berbagai penjelasan dalam makalah ini tentang suku Nias, saya sebagai pembuat makalah ini sangat berharap semoga makalah ini bisa menjadi sumber penambah wawasan kita tentang suku Nias dan berbagai kebudayaan didalamnya. Dan juga saya berharap dengan salah satu suku yang saya bahas dapat menjadi motivasi bagi kita untuk semakin menjaga kelestarian keberagaman suku-suku dan kebudayaan lain yang ada di Indonesia.

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

http://www.academia.edu/9036997/ASAL_USUL_NENEK_MOYANG_MASYARAKAT_NIAS

https://ammarhamzah9.wordpress.com/2013/03/13/kebudayaan-di-nias/

http://watipuspitasari.blogspot.co.id/2011/04/kebudayaan-suku-nias.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Nias

http://niasonline.net/informasi/bahasa-indonesia/info-nias/marga-mado-suku-nias/

http://kabarnias.com/budaya/mamozi-aramba-faritia-dan-gondra-1074

https://idid.facebook.com/media/set/?set=a.284675791563867.73918.282297235135056&type=3

http://riska-anestia.blogspot.co.id/2010/04/tugas-antropologi.html

 

Comments

Popular posts from this blog

MAKALAH KEWIRAUSAHAAN Evaluasi dan Pengembangan Usaha

mAKALAH Cabang Olahraga Lempar

MAKALAH Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia