MAKALAH Kerajaan Gowa Tallo dan Kerajaan Wajo

 

KATA PENGANTAR

           

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang diberi judul “Kerajaan Gowa Tallo dan Kerajaan Wajo”.

            Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Kami juga berterimakasih kepada Ibu Dina Mariana Silalahi, S.Pd selaku guru sejarah kami. Tanpa bimbingan beliau, kami tidak akan bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik.

            Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

            Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

 

Pinangsori,     Maret 2020

Tim Penyusun

KELOMPOK VII :

1.      Desy Nanatia Harianja

2.      Hasrul Dongoran

3.      Muhammad Arlan

4.      Wikarisma Gea

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

Kata Pengantar .......................................................................................        i

Daftar Isi ................................................................................................        ii

BAB I  PENDAHULUAN ...................................................................        1

A.    Latar Belakang............................................................................        1

B.     Rumusan Masalah.......................................................................        2

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................        3

A.    Kerajaan Gowa Tallo...................................................................        3

a.       Sejarah Awal ........................................................................        3

b.      Peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo .......................................        4

c.       Perkembangan Ekonomi .......................................................        7

d.      Perkembangan Pemerintah/ Politik .......................................        7

e.       Perkembangan Sosial Budaya ..............................................        8

f.       Raja yang Memerintah .........................................................        9

g.      Masa Kejayaan Kerajaan Gowa Tallo ..................................        11

h.      Runtuhnya Kerajaan Gowa Tallo .........................................        12

B.     Kerajaan Wajo.............................................................................        13

a.       Sejarah Awal.........................................................................        13

b.      Kerajaan Wajo.......................................................................        14

c.       Peninggalan Kerajaan Wajo..................................................        17

d.      Raja-Raja yang Memerintah..................................................        19

BAB III PENUTUPAN .......................................................................        22

A.    Kesimpulan..................................................................................        22

B.     Saran ...........................................................................................        22

Daftar Pustaka ........................................................................................        23


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Agama Islam sudah dikenal masyarakat sejak dahulu. Banyak sekali cara penyebaran agama islam sehingga dapat diterma dengan mudahnya oleh masyarakat. Dalam hal ini, dahulu islam berkembang melalui kerajaan– kerajaan di Nusantara. Kerajaan Islam berkembang pesat di nusantara baik berasal dari penyebaran oleh para pedangang maupun melalui media lainnya. Seiring dengan persebaran agama Islam di nusantara banyak didirikan kerajaan Islam. Salah satu Kerajan Islam tertua di kawasan timur nusantara ialah Kerajaan Ternate, kerajaan ini berdiri pada abad ke-13 hingga abad ke-17. Kerajaan Ternate pada umumnya disebut kesultanan Ternate memiliki kekuatan besar dibidang perekonomian karena memiliki kekayaan rempah-rempah dan daerah ini mengalami eksodus penduduk dari Halmahera. Oleh sebab tersebut Kerajaan Ternate memiliki pengaruh besar terhadap perdagangan di nusantara dan padat penduduk. Kerajaan Islam yang berkedudukan di Maluku setelah Kerajaan Ternate ialah Kerajaan Tidore. Kerajaan Tidore berdiri pada tahun 1108 M dibawah kekuasaan Kolonel Belanda. Belanda berusaha untuk memonopoli bumi Maluku karena memiliki kekayaan rempah-rempah yang melimpah. Kerajaan Tidore mengalami masa kejayaan pada era Sultan Nuku dengan keadaan system pemerintahan yang telah berjalan dengan baik. Dalam menghadapi penjajahan Kolonial Belanda, Kerajaan Tidore mendapat bantuan dari Kerjaan Makassar yang berkedudukan di Pantai barat semenanjung Sulawesi Selatan untuk berjuang melawan Kolonial Belanda. Kerajaan Makassar menjadi persinggahan para pedagang karena lokasinya strategis dengan jalur perdagangan nusantara. Meskipun memiliki kekuatan yang besar dibawah kepemimpinan Sultan Hassanudian, Belanda mampu menumbangkan kejayaannya dengan melakukan politik devide et impera dan berdiplomasi dengan kerajaan Bone yang diperintah oleh Raja Aru Palaka melakukan pemberontakan terhadap Makassar. Kerajaan tersebut diatas berperan penting dalam persebaran Islam, keadaan perekonomian, budaya, serta politik pemerintahan di nusantara.

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana sejarah awal Kerajaan Gowa Tallo?

2.      Apa itu Kerajaan Gowa Tallo?

3.      Apa saja peninggalan-peninggalan Kerajaan Gowa Tallo?

4.      Bagaimana perkembangan ekonomi Kerajaan Gowa Tallo?

5.      Bagaimana perkembangan pemerintah/politik  Kerajaan Gowa Tallo?

6.      Bagaimana perkembangan sosial dan budaya Kerajaan Gowa Tallo?

7.      Bagaimana sejarah awal Kerajaan Wajo?

8.      Apa itu Kerajaan Wajo?

9.      Apa saja peninggalan-peninggalan Kerajaan Wajo?

10.  Siapa saja raja yang pernah memerintah Kerajaan Wajo?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Kerajaan Gowa-Tallo

 

a.      Sejarah Awal

Di Sulawesi Selatan pada abad 16 terdapat beberapa kerajaan bercorak Hindu di antaranya Gowa, Tallo, Bone, Sopeng, Wajo dan Sidenreng. Masing-masing kerajaan tersebut membentuk persekutuan sesuai dengan pilihan masing-masing.

Salah satunya adalah kerajaan Gowa dan Tallo membentuk persekutuan pada tahun 1528, sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar. Nama Makasar sebenarnya adalah ibukota dari kerajaan Gowa dan sekarang masih digunakan sebagai nama ibukota propinsi Sulawesi Selatan.

Sebelum abad ke 16, kerajaan-kerajaan di Sulawesi masih bercorakkan Hindu, barulah ketika  adanya dakwah dari Dato’ri Bandang dan Dato’ Sulaiman, perlahan-lahan kerajaan-kerajaan tersebut mulai memeluk islam.

Kerajaan gowa-tallo sendiri merupakan sebuah Kerajaan yang bercorak Islam.Setelah bergabung menjadi Gowa Tallo, Raja Gowa Daeng Manrabia menjadi Raja Gowa Tallo Karaeng Matoaya menjadi perdana menteri (patih) dan bergelar Sultan Abdullah.

Letaknya strategis yaitu sebagai penghubung pelayaran Malaka dan Jawa ke Maluku. Letaknya di muara sungai, sehingga lalu lintas perdagangan antar daerah pedalaman berjalan dengan baik.

Di depan pelabuhan terdapat gugusan pulau kecil yang berguna untuk menahan gelombang dan angin, sehingga keamanan berlabuh di pelabuhan ini terjamin.

Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis mendorong para pedagang mencari daerah atau pelabuhan yang menjual belikan rempah-rempah.

Halauan politik Mataram sebagai kerajaan agraris ternyata kurang memperhatikan pemngembangan pelabuhan-pelabuhan di Jawa.Akibatnya dapat diambil alih oleh Makasar. Kemahiran penduduk Makasar dalam bidang pelayaran dan pembuatan kapal besar jenis Phinisi dan Lambo.

Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan.Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa’risi’ kallonna.

Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di daerah Maros. Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak merangkak turun ke lautan.

Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu dapat hidup di darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di daratan maupun di lautan.Nama asli benteng in i adalah Benteng Ujung Pandang.

b.      Peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo

Beberapa peninggalan Kerajaan Gowa Tallo di antaranya adalah Benteng Rotterdam (Benteng Ujung Pandang), Batu Pallantikang, Masjid Katangka, Kompleks Makam Katangka, serta Makam Syekh Yusuf.

1.      Benteng Fort Rotterdam

Peninggalan Kerajaan Gowa Tallo

Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah benteng peninggalan Kerajaan Gowa. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa’risi’ kallonna.

Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di daerah Maros. Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak merangkak turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu dapat hidup di darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di daratan maupun di lautan. Nama asli benteng ini adalah Benteng Ujung Pandang.

2.      Batu Pallantikang

            Batu pallantikang atau batu pelantikan adalah sebuah batu andesit yang diapit batu kapur. Batu peninggalan Kerajaan Gowa Tallo ini dipercaya memiliki tuah karena dianggap sebagai batu dari khayangan. Karena anggapan tersebut, sesuai namanya batu ini digunakan sebagai tempat pengambilan sumpah atas setiap raja atau penguasa baru di kerajaan Gowa Tallo. Batu ini masih insitu atau berada di tempat aslinya, yakni di tenggara kompleks pemakaman Tamalate.

3.      Masjid Katangka

                   







Masjid Katangka / Al-Hilal setelah direnovasi

 

Masjid Katangka sebelum direnovasi

 
 

 


Masjid al-Hilal atau lebih dikenal dengan Masjid Katangka. Penamaan Katangka berasal dari bahan dasar masjid yang dibuat dari pohon katangka. Masjid berada di sebelah utara Kompleks Makam Sultan Hasanuddin yang diyakini sebagai tempat berdirinya Istana Tamalate, istana raja Gowa ketika itu. Meski sederhana, masjid ini diyakini sebagai masjid tertua di Sulawesi Selatan.

Mesjid Katangka didirikan pada tahun 1605 M. Sejak berdirinya telah mengalami beberapa kali pemugaran. Pemugaran itu berturut-turut dilakukan oleh Sultan Mahmud  (1818), Kadi Ibrahim (1921), Haji Mansur Daeng Limpo, Kadi Gowa (1948), dan Andi Baso, Pabbicarabutta Gowa (1962) sangat sulit mengidentifikasi bagian paling awal (asli) bangunan mesjid tertua Kerajaan Gowa ini.

4.      Kompleks Makam Katangka

Masjid Al-Hilal Katangka di antara tembok kuburan

 
https://i0.wp.com/www.eviindrawanto.com/wp-content/uploads/2016/06/makam-raja-gowa-4.jpg

 

            Di areal masjid Katangka, terdapat sebuah kompleks pemakaman dari mendiang keluarga dan keturunan raja-raja Gowa, termasuk makam Sultan Hasanuddin. Makam raja-raja bisa dikenali dengan mudah karena diatapi dengan kubah. Sementara makam pemuka agama, kerabat, serta keturunan raja hanya ditandai dengan batu nisan biasa.

5.      Makam Syekh Yusuf

http://bimasislam.kemenag.go.id/uploads/post/e74c0d42b4433905293aab661fcf8ddb-berziarah-ke-makam-syaikh-yusuf-di-makassar.jpg

Syekh Yusuf adalah ulama besar yang hidup di zaman kolonial Belanda. Pengaruhnya yang sangat besar bagi perlawanan rakyat Gowa Tallo terhadap penjajah, membuat Belanda mengasingkannya ke Srilanka, kemudian ke Cape Town, Afrika Selatan. Jenazahnya setelah beberapa tahun kemudian dikembalikan ke Makassar dan dimakamkan di sana, tepatnya di dataran rendah Lakiung sebelah barat Masjid Katangka.

c.       Perkembangan Ekonomi

Seperti yang kita ketahui bahwa kerajaan Makassar merupakan kerajaan Maritim dan berkembang sebagai pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor seperti letak yang strategis, memiliki pelabuhan yang baik serta didukung oleh jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 yang menyebabkan banyak pedagang-pedagang yang pindah ke Indonesia Timur.

Sebagai pusat perdagangan Makassar berkembang sebagai pelabuhan internasional dan banyak disinggahi oleh pedagang-pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya yang datang untuk berdagang di Makasar.

Pelayaran dan perdagangan di Makassar diatur berdasarkan hukum niaga yang disebut dengan ADE’ ALOPING LOPING BICARANNA PABBALUE (ket: artinya apa), sehingga dengan adanya hukum niaga tersebut, maka perdagangan di Makasar menjadi teratur dan mengalami perkembangan yang pesat. Selain perdagangan, Makasar juga mengembangkan kegiatan pertanian karena Makasar juga menguasai daerah-daerah yang subur di bagian Timur Sulawesi Selatan.

Kerajaan Gowa-Tallo berkembang pesat karena alasan-alasan berikut :

1)      Letaknya strategis

2)      Banyak pedangang dari Malakan,Aceh dan Maluku yang pindah ke Makasar

3)      Banyak disinggahi para pedagang asing

 

d.      Perkembangan Pemerintah/ Politik

Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Robandang/Dato’ Ri Bandang dari Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan raja Makasar pun memeluk agama Islam.

Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam adalah Karaeng Ma’towaya Tumamenanga Ri Agamanna (Raja Gowa) yang bergelar Sultan Alaudin yang memerintah Makasar tahun 1591 – 1638 dan dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) bergelar Sultan Abdullah. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Muhammad Said (1639-1653).

Selanjutnya kerajaan Makassar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653-1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makassar. Ia berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan Bone. Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat.

Daerah kekuasaan Makasar luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat dikuasainya. Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon.

Untuk itu hubungan antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku.

e.       Perkembangan Sosial Budaya

Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makasar adalah nelayan dan pedagang.Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya.

Walaupun masyarakat Makassar memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat Makassar diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut PANGADAKKANG. Dan masyarakat Makasar sangat percaya terhadap norma-norma tersebut.

Di samping norma tersebut, masyarakat Makassar juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan “Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to Maradeka” dan masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya disebut dengan golongan “Ata”.

Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Makassar banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibuat oleh orang Makassar dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo.

Kapal Pinisi dan Lombo merupakan kebanggaan rakyat Makassar dan terkenal sampai mancanegara.

f.       Raja yang memerintah

Kerajaan Gowa dan Tallo merupakan kerajaan kembar yang terletak di Provinsi Sulawesi Selatan. Kedua kerajaan ini letaknya berdekatan. Beberapa raja atau Sultan yang pernah berkuasa pada masa kerajaan Gowa dan Tallo adalah sebagai berikut :

1.      Karaeng Matoaya

            Karaeng Matoaya, lengkapnya Karaeng Matoaya I Malingkang Daeng Manyonri' Karaeng Katangka atau Sultan Abdullah, adalah seorang raja Kerajaan Tallo (memerintah 1593-1623) sekaligus perdana menteri Kesultanan Makassar, yang sangat berpengaruh pada abad ke-17.

2.      Sultan Alaudin

            Sultan Alaudin merupakan raja Gowa yang memiliki nama asli Daeng Manrabia. Nama lengkapnya yaitu I Mangakrangi Daeng Manrakbia. Raja Gowa dan Tallo disebut penguasa dwitunggal.

I Mangakrangi Daeng Manrabia dilantik menjadi Raja Gowa XIV ketika baru berusia tujuh tahun.Menurut hukum adat Gowa-Tallo bahwa selama raja belum dewasa, maka Tumabbicara Butta atau mangkubumi yang harus menjalankan pemerintahan. Kebetulan yang menjadi mangkubumi waktu itu ialah pamannya sendiri bernama I Mallingkaang Daeng Nyonrik, Karaeng Katangka, (kemudian jadi Raja Tallo).

Sultan Alauddin adalah raja pertama yang melakukan jihad. Selain mengajarkan bagaimana melaksanakan Ibadah, juga mengajarkan bagaimana berjihad di jalan Allah.Waktu itu Belanda sudah masuk ke Kerajaan Gowa.

3.      Sultan Muhammad Said

Sultan Muhammad Said adalah pengganti Sultan Alauddin. Ia meneruskan perjuangan ayahnya. Kerajaan Gowa bertambah maju dan disegani dunia luar pada masa pemerintahan raja Gowa ke XV I Manuntungi Daeng Mattola yang bergelar Sultan Muhammad Said atau Malikussaid, dari tahun 1639-1653. Raja ini didampingi oleh mangkubuminya yang terkenal yang bernama Karaeng Pattingaloang. Pada masa inilah, kerajaan Gowa mencapai puncak kejayaan, mempunyai wilayah yang luas dan besar pengaruhnya.

4.      Sultan Hassanudin

            Nama aslinya adalah Muhammad Bakir atau I Mallambosi yang dikenal dengan nama Sultan Hassanudin. Ia lahir di Makassar, 12 Januari 1631.

Setelah Sultan Hassanudin naik tahta, ia menggabungkan beberapa kerajaan kecil Indonesia bagian timur untuk bersama-sama melawan Belanda. Lalu di tahun 1660 meletuslah perang antara Gowa dan Belanda yang diakhiri dengan perdamaian. Karena di dalam perdamaian tersebut banyak merugikan Gowa maka di tahun 1666 Sultan Hasanuddi kembali menggencarkan perlawanan terhadap Belanda. Dalam peperangan ini Belanda dibantu oleh kerajaan-kerajaan yang dapat dipengaruhi. Perlawanan terus berlangsung akhirnya pada tanggal 18 Nopember 1667 diadakan perjanjian Bongaya yang mengakhiri perang tersebut.

Namun perjanjian Bongaya ini tidak berhasil memelihara perdamaian dalam waktu yang lama, dan Sultan Haanuddin tertekan oeh isis perjanjian itu. Pada bulan April 1667 Sultan Hasanuddin kembali melancarkan serangan terhadap Belanda.

Tanggal 24 Juni 1668, pertahanan terkuat kerajaan Gowa yaitu benteng Sobaupo jatuh ke tangan Belanda. Dengan jatuhnya benteng tersebut ke tangan Belanda, maka kekuatan Sultan Hasanuddin melemah. Beberapa hari kemudian Sultan Hasanuddin mengundurkan diri dari tahta kerajaan dan ia tetap tidak mau bekerja sama dengan Belanda. Sultan Hasanuddin meninggal dunia tanggal 12 Juni 1670 karena keberaniannya, Belanda menjulukinya “Ayam Jantan dari Timur”.

5.      I Mappasomba

            Ia merupakan pengganti Sultan Hassanudin. Ketika ia menjadi raja, ia masih berusia 13 tahun. I Mappasomba Daeng Nguraga Karaeng Katangka bergelar Sultan Ali adalah putra mahkota Kerajaan Gowa. Sebagai putra mahkota Kerajaan Gowa, I Mappa- nama panggilan kecilnya di kerajaan ditugasi sebagai kepala staf gabungan militer sekaligus kepala koordinasi pemerintahan Kerajaan Gowa. Sering menggantikan ayahnya untuk menjalankan tugas-tugas kenegaraan, I Mappa tergolong gigih menentang kompeni.

g.      Masa Kejayaan Kerajaan Gowa Tallo

Kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Ia berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan Bone.Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat.

Daerah kekuasaan Makasar luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat dikuasainya. Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon.

Untuk itu hubungan antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku.

Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk melawan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur.


h.      Runtuhnya Kerajaan Gowa Tallo

Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda semakin terdesak.Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur.

Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar mengadakan persetujuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makasar.

Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota kerajaan Makassar. Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan kerajaan Makasar.

Berikut ini isi dari perjanjian bongaya, antara lain:

1)      VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar.

2)      Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar.

3)      Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di luar Makasar.

4)      Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.

Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap Belanda tetap berlangsung.Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba (putra Hasannudin) meneruskan perlawanan melawan Belanda.

Untuk menghadapi perlawanan rakyat Makasar, Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya Belanda dapat menguasai sepenuhnya kerajaan Makasar, dan Makasar mengalami kehancurannya.

 

 

 

 

 

B.     Kerajaan Wajo

 

a.      Sejarah Awal

            Sejarah Wajo berbeda dengan sejarah kerajaan lain yang umumnya memulai kerajaannya dengan kedatangan To Manurung. Sejarah awal Wajo menurut Lontara Sukkuna Wajo dimulai dengan pembentukan komunitas dipinggir Danau Lampulung. Disebutkan bahwa orang-orang dari berbagai daerah, utara, selatan, timur dan barat, berkumpul dipinggir Danau Lampulung. Mereka dipimpin oleh seseorang yang tidak diketahui namanya yang digelari dengan Puangnge Ri Lampulung. Puang ri Lampulung dikenal sebagai orang yang bijak, mengetahui tanda-tanda alam dan tatacara bertani yang baik. Adapun penamaan danau Lampulung dari kata sipulung yang berarti berkumpul.

Komunitas Lampulung terus berkembang dan memperluas wilayahnya hingga ke Saebawi. Setelah Puang ri Lampulung meninggal, komunitas ini cair. Hingga tiba seseorang yang memiliki kemampuan sama dengannya, yaitu Puang ri Timpengeng di Boli. Komunitas ini kemudian hijrah dan berkumpul di Boli. Komunitas Boli terus berkembang hingga meninggalnya Puang ri Timpengeng.

Setelah itu, putra mahkota kedatuan Cina dan kerajaan Mampu, yaitu La Paukke datang dan mendirikan kerajaan Cinnotabi. Adapun urutan Arung Cinnotabi yaitu, La Paukke Arung Cinnotabi I yang diganti oleh anaknya We Panangngareng Arung Cinnotabi II. We Tenrisui, putrinya menjadi Arung Cinnotabi III yang diganti oleh putranya La Patiroi sebagai Arung Cinnotabi IV. Sepeninggal La Patiroi, Adat Cinnotabi mengangkat La Tenribali dan La Tenritippe sekaligus sebagai Arung Cinnotabi V. Setelah itu, Akkarungeng (kerajaan) Cinnotabi bubar. Warga dan adatnya berkumpul di Boli dan membentuk komunitas baru lagi yang disebut Lipu Tellu KajuruE.

La Tenritau menguasai wilayah majauleng, La Tenripekka menguasai wilayah sabbamparu dan La Matareng menguasai wilayah takkalalla. Ketiganya adalah sepupu satu kali La Tenribali. La Tenribali sendiri setelah kekosongan Cinnotabi membentuk kerajaan baru disebut Akkarungeng ri Penrang dan menjadi Arung Penrang pertama. Ketiga sepupunya kemudian meminta La Tenribali agar bersedia menjadi raja mereka. Melalui perjanjian Assijancingeng ri Majauleng maka dibentuklah kerajaan Wajo. La Tenribali diangkat sebagai raja pertama bergelar Batara Wajo. Ketiga sepupunya bergelar Paddanreng yang menguasai wilayah distrik yang disebut Limpo. La Tenritau menjadi Paddanreng ri Majauleng, yang kemudian berubah menjadi Paddanreng Bettempola pertama. La Tenripekka menjadi Paddanreng Sabbamparu yang kemudian menjadi Paddanreng Talotenreng. Terakhir La Matareng menjadi Paddanreng ri Takkallala menjadi Paddanreng Tuwa.

b.      Kerajaan Wajo

Berita tentang tumbuh dan berkembangnya kerajaan Wajo terdapat pada sumber hikayat lokal. Di hikayat lokal tersebut ada cerita yang menghubungkan tentang pendirian Kampung Wajo yag didirikan oleh tiga orang anak raja dari kampung tetangga Cinnotta’bi yaitu berasal dari keturunan dewa yang mendirikan kampung dan menjadi raja-raja dari ketiga bagian (limpo)bangsa Wajo : Bettempola,  Talonlenreng, dan Tua. Kepala keluarga dari mereka menjadi raja di seluruh Wajo dengan gelar Batara Wajo. Batara Wajo yang ketiga dipaksa turun tahta karena kelakuannya yang buruk dan dibunuh oleh tiga orang Ranreng. Menarik perhatian kita bahwa sejak itu raja-raja di Wajo tidak lagi turun temurun tetapi melalui pemilihan dari seorang keluarga raja menjadi arung-matoa artinya raja yang pertama atau utama.

Selama keempat arung-matoa dewan pangreh-praja diperluas dengan tiga pa’betelompo (pendukung panji) 30 arung-ma’bicara (raja hakim), dan tiga duta, sehingga jumlah anggota dewan berjumlah 40 orang. Mereka itulah yang memutuskan segala perkara. Kerajaan Wajo mempeluas daerah kekuasaannya sehingga menjadi Kerajaan Bugis yang besar. Wajo pernah bersekutu dengan Kerajaan Luwu dan bersatu dengan Kerajaan Bone dan Soppeng dalam perjanjian Tellum Poco pada 1582. Wajo pernah ditaklukan Kerajaan Gowa dalam upaya memperluas Islam dan pernah  tunduk pada 1610. Di samping itu diceritakan pula dalam hikayat tersebut bahwa Dato’ ri Bandang dan Dato’ Sulaeman memberikan pelajaran agama Islam terhadap raja-rajaWajo dan rakyatnya dalam masalah kalam dan fikih. Pada waktu itu di Kerajaan wajo dilantik pejabat-pejabat agama atau syura dan yang menjadikadi pertama di Wajo ialah konon seorang wali dengan mukjizatnya ketika berziarah ke Mekkah. Diceritakan bahwa di Kerajaan Wajo selama 1612 sampai 1679 diperintah oleh sepuluh orang arung-matoa.Persekutuandengan Gowa pada suatu waktu diperkuat dengan memberikan bantuan dalam peperangan tetapi berulang kali Gowa juga mencampuri urusan pemerintah Kerajaan Wajo. Kerajaan Wajo sering pula membantu Kerajaan Gowa pada peperangan baru dengan Kerajaan Bone pada 1643, 1660, dan 1667. Kerajaan Wajo sendiri pernah ditaklukkan Kerajaan Bone tetapi karena didesak maka Kerajaan Bone sendiri takluk kepada kerajaan Gowa-Tallo di bawah Sultan Hasanuddin  melawan VOC pimpinan Speelman yang mendapat bantuan dari Aru Palaka  dari Bone berakhir dengan perjanjian Bongaya pada 1667. Sejak itu terjadi penyerahan Kerajaan Gowa pada VOC dan disusul pada 1670  Kerajaan Wajo yang diserang  tentara Bone dan VOC sehingga jatuhlah ibukota Kerajaan Wajo yaitu Tosora. Arung-matoa to Sengeng gugur. Arung-matoa  penggantinya terpaksa menandatangani perjanjian di Makassar tentang penyerahan Kerajaan Wajo kepada VOC.

Wajo mengalami perubahan struktural pasca Perjanjian Lapadeppa yang berisi tentang pengakuan hak-hak kemerdekaan orang Wajo. Posisi Batara Wajo yang bersifat monarki absolut diganti menjadi Arung Matowa yang bersifat monarki konstitusional. Masa keemasan Wajo adalah pada pemerintahan La Tadampare Puangrimaggalatung. Wajo menjadi anggota persekutuan Tellumpoccoe sebagai saudara tengah bersama Bone sebagai saudara tua dan Soppeng sebagai saudara bungsu.

Wajo memeluk Islam secara resmi pada tahun 1610 pada pemerintahan La Sangkuru patau mulajaji sultan Abdurahman dan Dato Sulaiman menjadi Qadhi pertama Wajo. Setelah Dato Sulaiman kembali ke Luwu melanjutkan dakwah yang telah dilakukan sebelumnya, Dato ri Tiro melanjutkan tugas Dato Sulaiman. Setelah selesai Dato ri Tiro ke Bulukumba dan meninggal di sana. Wajo terlibat Perang Makassar (1660-1669) disebabkan karena persoalan geopolitik di dataran tengah Sulawesi yang tidak stabil dan posisi Arung Matowa La Tenrilai To Sengngeng sebagai menantu Sultan Hasanuddin. Kekalahan Gowa tidak menyebabkan La Tenrilai rela untuk menandatangani perjanjian Bungaya, sehingga Wajo diserang oleh pasukan gabungan setelah terlebih dahulu Lamuru yang juga berpihak ke Sultan Hasanuddin juga diserang. Kekalahan Wajo menyebabkan banyak masyarakatnya pergi meninggalkan Wajo dan membangun komunitas sosial ekonomi di daerah rantauannya. La Mohang Daeng Mangkona salah satu panglima perang Wajo yang tidak terima kekalahan merantau ke Kutai dan membuka lahan yang kini dikenal sebagai Samarinda.

Pada pemerintahan La Salewangeng to tenrirua Arung Matowa ke 30, ia membangun Wajo pada sisi ekonomi dan militer dengan cara membentuk koperasi dan melakukan pembelian senjata serta melakukan pelatihan penggunaan senjata. La Maddukkelleng kemenakan La Salewangeng menjadi Arung Matowa 31 dilantik di saat perang. Pada zamannya ia memajukan posisi wajo secara sosial politik di antara kerajaan-kerajaan di sulsel. La Koro Arung Padali, memodernisasi struktur kerajaan Wajo dengan membentuk jabatan militer Jenerala (Jendral), Koronele (Kolonel), Manynyoro (Mayor), dan Kapiteng (Kapten). Dia juga menandatangani Large Veklaring sebagai pembaruan dari perjanjian Bungaya.

Pada zaman Ishak Manggabarani, persekutuan Wajo dengan Bone membuat keterlibatan Wajo secara tidak langsung pada Rumpa'na Bone. Saat itu Belanda melancarkan politik pasifikasi untuk memaksa semua kerajaan di Sulawesi Selatan tunduk secara totalitas. Kekalahan Bone melawan Kompeni juga harus ditanggung oleh Wajo sehingga Wajo harus membayar denda perang pada Kompeni dan menandatangani Korte Veklaring sebagai pembaruan dari Large Veklaring.

Wajo dibawah Republik Indonesia Serikat, atau tepatnya Negara Indonesia Timur, berbentuk swapraja pada tahun 1945-1949. Setelah Konferensi Meja Bundar, Wajo bersama swapraja lain akhirnya menjadi kabupaten pada tahun 1957. Antara tahun 1950-1957 pemerintahan tidak berjalan secara maksimal disebabkan gejolak pemberontahan DI/TII. Setelah 1957, pemimpin di Wajo adalah seorang Bupati. Wajo yang dulunya kerajaan, kemudian menjadi Onderafdeling, selanjutnya Swapraja, dan akhirnya menjadi kabupaten.

 

 

 

 

 

c.       Peninggalan Kerajaan Wajo

1.      Masjid Kuno Tosora

Masa keemasan dan kemegahan Kerajaan Wajo masih terasa melalui peninggalannya yang tersisa meskipun beberapa di antaranya dalam kondisi tidak terawat. Salah satu, bukti dan peninggalan sejarah yang tersisa yakni Masjid Kuno di Tosora. Tempat ibadah umat Islam ini yang pertama di bangun di Wajo. Ada yang menyebutnya Masjid Jami Tosora, adapula yang menyebutnya dengan nama Masjid Kuno Tosora.

Sisa peradaban masa lampau Kerajaan Wajo ini terletak di Desa Tosora, Kecamatan Majauleng. Lokasi ini  pernah menjadi pusat peradaban di Kabupaten Wajo, karena merupakan pusat Kerajaan Wajo pada zaman dahulu. Bahkan, Tosora pernah menjadi ibu kota Kabupaten Wajo sebelum dipindahkan ke Sengkang. Berbagai peninggalan sejarah berupa bangunan maupun makam raja-raja Wajo bisa  ditemukan di wilayah ini.

2.      Makam-makam kuno

            Menurut informasi dari masyarakat mengatakan bahwa di Desa Tosora terdapat banyak sekali makam-makam kuno yang tersebar di mana-mana, baik terkonsentrasi pada beberapa kompleks pemakaman maupun yang tersebar secara acak. Sebaran makam-makam kuno seperti tersebut di atas, penulis masih dapat amati ketika pertama kali berkunjung ke Tosora pada tahun 1987. Namun kondisinya sudah berubah ketika tahun 2002 penulis berkunjung lagi ke daerah tersebut, yaitu semakin bertambah dan padatnya pemukiman penduduk, sehingga sebahagian besar makam-makam kuno tersebut sudah hilang, bahkan bagian-bagian bangunan jirat dan nisannya dipergunakan penduduk sebagai bahan membuat jalan, jembatan dan bangunan rumah. Kondisi tersebut sangat menyedihkan, namun kita tidak bisa berbuat banyak untuk mengatasi hal yang demikian.Untung bahwa makam-makam kuno yang terkonsentrasi berupa suatu kompleks, sebagian besar sudah dilindungi oleh pihak Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala, walaupun kelihatannya tidak terawat dengan baik.

Peninggalan makam-makam kuno yang dideskripsikan dalam tulisan ini, terdiri atas tujuh kompleks yang penamaannya diberikan sesuai dengan nama tokoh yang paling berpengaruh yang dimakamkan di dalamnya, yaitu :

Ø  Kompleks Makam Arung Benteng Pola

Kompleks makam Arung Benteng Pola berada di sisi barat Mesjid Tua Tosora (Lihat Foto 3).Kompleks makam ini berada pada ketinggian 30,6 m dpl. Terdapat 12 makam yang terlihat.Sebagian makam tersebut sudah tidak memiliki jirat. Bentuk nisanyang terlihat terdiri dari meriam, mahkotadan pipih. Menurut ceritera masyarakat bahwa makam dengan dua nisan meriam, adalah makam dari Renreng Benteng Pola La Gau dengan gelar MatinroE ri Masigina.

Beberapa makam di Kompleks Makam La Tenrilai To Sengngeng

 

 

 

Kompleks makam La Tenrilai To Sengeng beradatidak jauh dari mesjid tua Tosora. Letaknya berada di sisi utara benteng.Kompleks makam ini berada pada ketinggian 30,7 m dpl.Jumlah makam yang terlihat di kompleks makam tersebut sebanyak 44 makam.Bentuk jirat sebagian besar makam tersebut sangat sederhana.Hal tersebut terlihat karena sebagian besar jirat makam ini terbuat dari papan batu yang disusun persegi.Bahkan ada juga makam yang tidak memiliki jirat.Makam tersebut hanya ditandai dengan nisan yang ditancapkan.

Di dalam kompleks makam tersebut, terdapat beberapa bentuk nisan yang terlihat, yaitu : nisan dari meriam yang konon menurut penduduk setempat mengatakan sebagai makam dari La Tenrilai Tosengngeng, nisan menhir baik yang masif maupun yang sudah ditata dengan ukuran antara 0,43 m – 1,64 m, nisan setengah lingkaran (tipe Wajo) dengan hiasan berupa jari-jari berjumlah 4, 8, 16, 22, dan nisan tipe pipih (berbentuk perisai, ujung tombak). Bahan batu yang digunakan adalah batu sedimen.

·         Kompleks Makam La Maungkace To U’damang

Kompleks makam La Maungkace To U’ damang berada di luar benteng sisi utara.Makam terletak diketinggian 30,6 m dpl. Jumlah makam di kompleks ini sebanyak 83 makam.Sebagian besar jirat di kompleks makam ini tidak terlihat (kemungkinan makam ini juga tidak jirat). Makam tersebut hanya ditandai dengan nisan. Bentuk nisan yang terlihat adalah bentuk menhir yang pada umumnya masih masif, dengan tinggi antara 0,45 m – 2,12 m, nisan silindrik yang paling dominan, dan nisan setengah bulat (tipe Wajo). Menurut masyarakat setempat mengatakan bahwa salah satu tokoh yang dimakamkan di dalamnya adalah La Maungkace To U’damang yang menggunakan nisan menhir yang  paling tinggi.

 

d.      Raja-Raja yang Memerintah

            Raja raja yang pernah memerintah di kerajaan wajo

Zaman sebelum islam

1)      La Tenri Bali Batara Wajo I (akhir abad ke XIV)

2)      La Mataesso Batara Wajo II (awal abad ke XV)

3)      La Pateddungi To Samallangi Batara Wajo III (1436-1456)

4)      La Palewo To Palippu Batara Wajo IV (1456-1466)

5)      La Obbi’ Settiware’ Batara Wajo V (1466-1469)

6)      La Tenri Umpu’ To Langi Arung Matoa Wajo (1474-1482)

7)      La Tadangpare’ Puang ri Maggalatung Arung Matoa Wajo (1482-1487)

8)      La Tenri Pakado To Nampe Arung Matoa Wajo (1487-1491)

9)      La Tadangpare’ Puang ri Maggalatung Arung Matoa Wajo (1491-1521)

10)  La Tenri Pakado To Nampe Arung Matoa Wajo (1524-1535)

11)  La Temmasonge Arung Matoa Wajo (1535-1538)

12)  La Warani To Temmagiang Arung Matoa Wajo (1538-1547)

13)  La Mallagenni Arung Matoa Wajo (1547/ hanya 2 bulan)

14)  La Mappapuli To Appamadeng Ar

15)  ung Matoa Wajo (1547-1564)

16)  La Pakoko To Pabbele Arung Matoa Wajo (1564-1567)

17)  La Mungkace To Addamang Arung Matoa Wajo (1567-1607)

Zaman islam

1)      L a Sangkuru Patau’ Mulajaji Sultan Abdul Rahman Arung Matoa Wajo Matinroe ri Allepparenna (1607-1610)

2)      La Mappepulu To Appamole Arung Matoa Wajo (1612-1616)

3)      La Samalewa To Appakiu Arung Matoa Wajo (1616-1621)

4)      La Pakalongi To Allinrung Arung Matoa Wajo (1621-1626)

5)      La Mappasaunge’ Arung Matoa Wajo (1627-1628)

6)      La Pakalongi To Allinrung Arung Matoa Wajo (1628-1636)

7)      La Tenri Lai To Addumemang Arung Matoa Wajo (1636-1639)

8)      La Isigajang To Bunne Arung Matoa Wajo Matinroe ri Batana (1639-1643)

9)      La Makkaraka To Patemmui Arung Matoa Wajo Matinroe ri Panggaranna (1643-1648)

10)  La Temmasonge Puanna Daeli Petta Pallinge Arung Matoa Wajo (1648-1651)

11)  La Paremma To Rewo Arung Matoa Wajo Matinroe ri Passirinna (1651-1658)

12)  La Tenri Lai To Sengngeng Arung Matoa Wajo Matinroe ri Sale’kona (1658-1670)

13)  La Pallili To Mallu Arung Matoa Wajo (1670-1679)

14)  La Pariusi Daeng Manyampa Arung Matoa Wajo Matinroe ri Buluna (1679-1699)

15)  La Tenri Sessu Tomoe/ To Denra Arung Matoa Wajo (1699-1702)

16)  La Mattaone La Sakke Daeng Paguling Puanna Larumpang Arung Matoa Wajo (1702-1703)

17)  La Galigo To Sunnia Arung Matoa Wajo (1703-1712)

18)  La Tenri Werung Arung Peneki Arung Matoa Wajo (1712-1715)

19)  La Salewangeng To Tenriruwa Arung Matoa Wajo (1715-1736)

20)  La Maddukellang Puangna La Tombong Arung Peneki Arung Singkang Sultan Pasir Arung Matoa Wajo (1736-1754)

21)  La Maddanaca Arung Matoa Wajo (1754-1755)

22)  La Passaung Puangna La Omo Arung Matoa Wajo (1758-1761)

23)  La Mappajung Puangna Salewong Arung Matoa Wajo (1764-1767)

24)  La Malliungeng To Alleong Arung Alitta Arung Matoa Wajo (1767-1770)

25)  La Mallalengeng (La Cella’ Puangna To Appamadeng Arung Matoa Wajo (1795-1817)

26)  La Mamang To Appamadeng Radeng Gallong Arung Matoa Wajo (1821-1825)

27)  La Paddengngeng Puangna Palaguna Arung Matoa Wajo (1839-1845)

28)  La Pawellangi Pajungperot Arung Matoa Wajo (1854-1859)

29)  La Ciccing (Akil Ali) Karaeng Mangeppe Datu Pammana Pilla Wajo Arung Matoa Wajo (1859-1885)

30)  La Koro Batara Wajo Arung Padali Arung Matoa Wajo (1885-1891)

31)  La Passamula Datu Lompulle Arung Matoa Wajo (1892-1897)

Zaman pengaruh belanda

1)      Ishak Manggabarani Karaeng Mangepe Arung Matoa Wajo (1900-1916)

2)      La Tenri Oddang Arung Larompong Arung Peneki Arung Lowa Arung Matoa Wajo (1926-1933)

3)      Andi Mangkona Arung Mariori Wawo (1933-1949) / Arung Matoa terakhir

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUPAN

 

A.    Kesimpulan

            Dari makalah ini, kami dapat mengambil kesimpulan Munculnya kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi tidak terlepas dari perdagangan yang berlangsung ketika itu. Penyebaran Islam di Nusantara selalu dikaitkan dengan jalur perdagangan. Penyebaran Islam yang dilakukan para pedagang bisa dimungkinkan karena mereka pergi ke berbagai penjuru bumi. Dalam ajaran Islam setiap orang memiliki kewajiban yang sama untuk berdakwah. Setiap Muslim, apapun kedudukan dan profesinya mereka dituntut untuk dapat menyampaikan ajaran Islam walaupun hanya satu ayat Al-Quran.

 

B.     Saran

            Demi kesempurnaan makalah ini, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan agar makalah ini dapat menjadikan suatu pedoman untuk kalangan umum. Kami sebagai penyusun memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Atas kritik, saran, dan perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Dwi Ari Listiyani. 2009. Sejarah 2 Untuk SMA/MA Kelas XI BAHASA. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Restu Gunawan, Amurwani Dwi Lestariningsih, dan Sadirman. 2016. Sejarah Indonesia SMA/MA/MAK kelas X. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang, Kemendikbud.

Prof. Dr. M. Ahmad Sewang. 2005.  Islamisasi Kerajaan Gowa (Abad XVI sampai abad XVII). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Agussalim, S.Pd. 2016. “Suplemen Materi Ajar” Prasejarah Kemerdekaan di Sulawesi Selatan. Yogyakarta: Deepublish Publisher, 2016.

  Dr. Akin Duli, MA, ST, dkk.2013.  Monumen Islam di Sulawesi Selatan. Makassar : Balai Cagar Budaya Makassar.

Imtam Rus Ernawati. Nursiwi Ismawati.2009. Sejarah Kelas XI Untuk SMA/MA Program Bahasa kelas XI. Klaten : PT. Cempaka Putih.

Drs. Sudjatmoko Adisukarjo dkk. 2007. Horizon IPS Ilmu Pengetahuan Sosial Semester Pertama 5A. Bogor: Percetakan Ghalia.

  Muhammad Abduh, dkk. 1985. Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Sulawesi Selatan. Jakarta : Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Amir Hendrasah. Kisah Heroik Pahlawan Nasional Terpopuler. Yogyakarta : Galangpress Group.

S.M Noor. 2011. Perang Makassar 1669. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.

kerjaanislamdiindonesia.blogspot. kerajaan-islam-di-sulawesi-dan-gorontalo.

blogspot. makalah-sejarah-islam-di-sulawesi.

wikipedia. Kesultanan_Gowa

ariakesuma12.blogspot. kehidupan-ekonomi-kerajaan-gowa-tallo.

nafiun. masyarakat-kerajaan-gowa-tallo-kehidupan-sosial-dan-ekonomi.

sejarah-negara. tokoh-sejarah-kerajaan-gowa-tallo.

wikipedia. Karaeng_Matoaya

muhishaqramli.blogspot. sultan-alauddin.

wikipedia. Perjanjian_Bungaya

arkeologi-sulawesi. situs-tosora-kabupaten-wajo.

Comments

Popular posts from this blog

MAKALAH KEWIRAUSAHAAN Evaluasi dan Pengembangan Usaha

mAKALAH Cabang Olahraga Lempar

MAKALAH Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia