MAKALAH BATAK KARO

 

KATA PENGANTAR

 

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat-Nya, saya diberi kesehatan, sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata pelajaran PLH.

Makalah yang berjudul “Batak Karo” merupakan aplikasi dari saya. Selain untuk memenuhi tugas mata pelajaran tersebut juga untuk memberikan pengetahuan tentang sejarah Batak Karo.

Dalam makalah ini, saya menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala saran dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat saya nantikan.

Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat dan memberi wawasan ataupun menjadi referensi kita dalam mengetahui dan mempelajari tentang sejarah Batak Karo

Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan para pembaca pada umumnya.

 


DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR  ...................................................................................        i

DAFTAR ISI ....................................................................................................        ii

BAB I PENDAHULUAN 

A.    Latar Belakang  ......................................................................................        1

B.     Rumusan Masalah  .................................................................................        2

BAB II PEMBAHASAN 

A.    Sejarah Suku Karo  ................................................................................        3

B.     Adat Istiadat ..........................................................................................        4

C.     Mata Pencaharian Suku Batak Karo  .....................................................        6

D.    Bahasa dan Aksara Batak Karo  ............................................................        7

E.     Pakaian Adat ..........................................................................................        9

F.      Tarian Tradisional  ..................................................................................        9

G.    Alat Musik  ............................................................................................        10

H.    Peninggalan Suku Karo  .........................................................................        12

BAB III PENUTUP 

A.    Kesimpulan  ...........................................................................................        15

B.     Saran  .....................................................................................................        15

DAFTAR PUSTAKA  ....................................................................................        16


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Indonesia adalah negara dengan banyak pulau-pulau yang saling terhubung satu sama lain membentuk satu kesatuan yang disebut kepulauan. Maka indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang negaranya terbentuk dari barisan-barisan pulau. Dengan banyaknya pulau di Indonesia tentu saja juga banyak suku masyarakatnya, selain negara kepulauan Indonesia juga terkenal sebagai negara kaya budaya. Karena setiap suku disuatu daerah atau pulau memiliki kebudayaan yang bergam-ragam.

            Salah satu dari sekian banyak pulau yang ada di Indonesia pulau Sumatra adakah salah satunya yang memiliki banyak suku-suku dan kekayaan budaya melimpah. suku yang ada di pulau sumatra antaranya; Asahan, Suku Dairi, Suku Batak, Suku Melayu, Suku Nias, Akit, Hutan, Kuala, Kubu, Laut, Lingga, Riau, Sakai, Talang Mamak, Mentawai, Minangkabau Riau dll.

            Dari banyaknya suku di Indonesia. Suku Batak adalah salah satu yang banyak mendiami daerah Sumatera khususnya Sumatera Utara. Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailin. Dengan  banyaknya ragam suku Batak mari kita perdalam tentang salah satu suku batak yang cukup besar dan berpengaruh di sumatra Utara yaitu suku Batak Karo.

            Batak Karo adalah salah Suku Bangsa yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Suku ini merupakan salah satu suku terbesar dalam Sumatera Utara. Nama suku ini dijadikan salah satu nama Kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu Tanah Karo.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan lengkapnya permasalahan pada latar belakang masalah di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam makalah yang penulis susun adalah sebagai berikut:

a.       Bagaimana Sejarah Suku Batak Karo?

b.      Bagaimana Adat Istiadat Suku Batak Karo?

c.       Apa mata pencaharian Suku Batak Karo?

d.      Apa bahasa dan aksara Suku Batak Karo?

e.       Apa Pakaian Adat Suku Batak Karo?

f.       Apa saja Tarian Tradisional Batak Karo?

g.      Apa saja Alat Musik Suku Batak Karo?

h.      Apa saja Peninggalan Suku Batak Karo?

 


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Sejarah Suku Karo 

Karo adalah salah Suku Bangsa yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Suku ini merupakan salah satu suku terbesar dalam Sumatera Utara. Nama suku ini dijadikan salah satu nama Kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu Tanah Karo. Menurut para ahli Darwan Prinst, SH :2004. Batak Karo merupakan sebuah Kerajaan yang mendiami Sumatera bernama  Haru- Karo. Kerajaan Haru-Karo (Kerajaan Aru) mulai menjadi kerajaan besar di Sumatera. Namun demikian, Brahma Putra, dalam bukunya "Karo dari Zaman ke Zaman" mengatakan bahwa pada abad 1 Masehi sudah ada kerajaan di Sumatera Utara yang rajanya bernama "Pa Lagan".

            Kerajaan Haru-Karo diketahui tumbuh dan berkembang bersamaan waktunya dengan kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Johor, Malaka dan Aceh. Terbukti karena kerajaan Haru pernah berperang dengan kerajaan-kerajaan tersebut. Kerajaan Haru pada masa keemasannya, pengaruhnya tersebar mulai dari Aceh Besar hingga ke sungai Siak di Riau.

            Sehingga terdapat banyak  suku Karo di Aceh Besar yang dalam bahasa Aceh disebut Karee. Keberadaan suku Haru-Karo di Aceh ini diakui oleh H. Muhammad Said dalam bukunya "Aceh Sepanjang Abad", (1981). Ia menekankan bahwa penduduk asli Aceh Besar adalah keturunan mirip Batak. Sementara itu, H. M. Zainuddin dalam bukunya "Tarich Atjeh dan Nusantara" (1961) mengatakan bahwa di lembah Aceh Besar disamping terdapat kerajaan Islam terdapat pula kerajaan Karo.

 

 

 

 

 

B.     Adat-Istiadat

hqdefault.jpg

Masyarakat Karo adalah masyarakat pedesaan yang sejak dahulu mengandalkan titik perekonomiannya pada bidang pertanian. Tanaman padi adalah salah satu tanaman penting, yang selain mengandung makna ekonomi juga memiliki keterkaitan terhadap unsur religi dan sosial. Panggilan khusus terhadap tanaman padi yaitu Siberu Dayang menunjukkan penghargaan tersebut. Selain sebagai bahan pangan pokok, kekuatan ekonomi juga merupakan lambang prestise bagi masyarakat. Ukuran dan volume lumbung padi berpengaruh terhadap tolak ukur keberadaan seseorang. Maka agar hasil yang diperoleh cukup memuaskan, semua proses penanaman dari awal hingga akhir harus diberikan penghargaan dan disyukuri dengan harapan mencapai hasil yang baik.

Pada masa lalu proses penanaman padi dilakukan setahun sekali. Proses awal hingga akhir membutuhkan upacara agar berhasil dengan baik. Hal ini sesuai dengan magis animistis pada masyarakat yang menganut ajaran Pemena. Upacara-upacara tersebutlah yang mendasari terselenggaranya kerja tahun pada masyarakat Karo.

Kerja tahun dapat diartikan sebagai pesta yang diselenggarakan masyarakat setahun sekali. Kata “kerja” bermakna pesta dalam bahasa Karo. Kerja tahun ini berdasarkan pada kegiatan pertanian tanaman padi. Terdapat perbedaan pelaksanaan pada beberapa daerah, di mana masing-masing lebih memfokuskan pada fase tertentu dari pertumbuhan padi untuk merayakannya. Ada yang merayakan di masa awal penanaman, pertengahan pertumbuhan, ataupun masa panen.

Ginting (1999: 175-180), merumuskan nama kerja tahun di Karo sebagai berikut:
1. Merdang Merdem

Kerja tahun yang dilaksanakan saat dimulainya proses penanaman padi. Diawali dari penyemaian benih sampai ditanamkan di ladang (merdang). Kerja tahun ini biasanya dilakukan di daerah Tiga Binanga dan Munthe.

2. Nimpa Bunga Benih

Sering juga disebut “ngamburngamburi”. Dilakukan ketika tanaman padi sudah berdaun (erlayuk, ersusun kulpah), yaitu berusia sekitar dua bulan. Hal ini biasa dilakukan di sekitar wilayah Kabanjahe, Berastagi, dan Simpang Empat.

3. Mahpah

Tradisi ini dilakukan ketika tanaman padi mulai menguning. Pelaksanaan kerja tahun ini dilakukan di sekitar wilayah Barus Jahe dan Tiga Panah.

4. Ngerires

Kerja tahun dilaksanakan ketika padi telah dipanen, sebagai ucapan syukur atas hasil yang diterima. Pelaksanaan tradisi ini biasa dilakukan di daerah Batu Karang

Semua acara di atas dilakukan sesuai kepercayaan “pemena” dengan tata cara dan perlengkapan tertentu yang berbeda di setiap fase dan daerah. Selain hal di atas, kerja tahun juga memiliki fungsi lain yaitu mempererat ikatan kekerabatan. Saat kerja tahun, seluruh anggota keluarga berkumpul, termasuk yang dari luar daerah. Hal ini dimanfaatkan untuk sarana pulang kampung, mengunjungi para kerabat, melepas rindu, membicarakan hal-hal yang penting di tengah keluarga, sarana perjodohan putera dan puteri mereka juga untuk hiburan.

Sejalan dengan perkembangan waktu, terjadi perubahan di tengah-tengah masyarakat. Perekonomian masyarakat yang bersifat pertanian subsistensi bergeser kepada tanaman yang berorientasi pada kebutuhan pasar. Tanaman padi sudah mulai jarang ditanam, digantikan dengan tanaman lain yang dianggap lebih menguntungkan. Selain itu terjadi sikap yang lebih rasional atas konsep-konsep yang bersifat supranatural. Hal ini dipengaruhi oleh penyebaran agama, pendidikan serta perkembangan teknologi di tengah kehidupan masyarakat. Kontak dengan masyarakat lain, seperti pendatang yang bermukim ke daerah-daerah komonitas Karo, maupun transformasi masyarakat Karo menuju luar daerahnya turut mempengaruhi hal tersebut. Namun tradisi kerja tahun tetap berjalan, antusias masyarakat untuk menyelenggarakan kerja tahun tetap saja besar, walaupun membutuhkan persiapan waktu, biaya dan tenaga kerja. Antusias tersebut tidak hanya pada masyarakat di desa namun juga yang sudah bermukim di luar. Hal ini terlihat pada kenyataan bahwa acara ini tidak pernah terlewatkan di setiap tahun serta tetap saja terjadi arus mudik masyarakat untuk menghadirinya.

Masyarakat Karo seperti masyarakat lainnya tentu mengalami dinamika yang mangakibatkan terjadinya perubahan-perubahan. Kerja tahun sebagai tradisi yang merupakan kekayaan budaya masyarakat tetap dapat bertahan dalam artian bahwa pelaksanaan yang tetap rutin dilaksanakan pada setiap tahun. Namun sejalan dengan perubahan dalam masyarakat, harus diyakini bahwa telah terjadi proses adaptasi terhadap kondisi-kondisi di atas. Sangat memungkinkan bahwa faktor ekonomi dan religi yang menjadi konteks dan fungsi primer pelaksanaannya sudah bergeser bahkan tidak ditemukan lagi dalam pelaksanaan kerja tahun tersebut. Bahkan konteks dan fungsi lain yang sudah lebih dominan, seperti hiburan, prestise, dan sebagainya yang mewarnai pelaksanaannya.

 

C.    Mata Pencaharian Suku Batak Karo

            Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi disawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkanmarga. Setiap kelurga mandapat tanah tadi tetapi tidak bolehmenjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimilikiperseorangan. Peternakan juga salah satu mata pencaharian sukubatak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, danbebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitardanau Toba. .Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan,ukiran kayu, temmbikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.

            Namun di daerah karo tepatnya medan (dataran tinggi Karo) memiliki hasil bumi yang dikelolah dan dieksport keseluruh indonesia sampai keseluruh dunia yaitu sirup markisa. Di indonesia sendiri sirup markisa asli tanah karo tidak dijual disembarang tempat dna di daerah bali sendiri hanya ada 1 pemasok sirup markisa yaitu salah satu toko di pasar Badung dilantai satu. Karena sirup markisa buatan tanah karo sangat diminati oleh banyak kalangan maka sirup markisa salah satu mata pencaharian utama masyarakat suku karo.

 

D.    Bahasa dan Aksara Batak Karo

            Bahasa Karo adalah bahasa yang digunakan oleh suku Karo yang mendiami Dataran Tinggi Karo (Kabupaten Karo), Langkat, Deli Serdang, Dairi, Medan, hingga ke Aceh Tenggara di Indonesia.

Bahasa Karo adalah bahasa sehari-hari yang digunakan masyarakatKaro di mana merupakan bentuk bahasa Austronesia Barat yang digunakan di daerah Pulau Sumatera sebelah utara pada wilayah Kepulauan Indonesia. Ruang lingkup penggunaan bahasa itu sendiritidak mengenal ruang dan waktu. Dimanapun dan pada saat kapanpun jika ada sesama Karo bertemu ataupun bukan orang Karo tapi mengertibahasa Karo berhak untuk berdialog dengan bahasa Karo.

Penyebaran bahasa - AustronesiaSalah satu rumpun bahasa utama di dunia; meski hubungan denganrumpun-rumpun lain sudah diajukan, namun belum ada yangditerima secara luas. Distribusi geografis:Asia Tenggara, Oseania, Madagaskar, Taiwan, Suriname

            Bahasa Karo secara historis ditulis menggunakan aksara Karo atau sering juga disebut Surat Aru/Haru yang merupakan turunan dari aksara Brahmi dari India kuno. namun kini hanya sejumlah kecil orang Karo dapat menulis atau memahami aksara Karo, dan sebaliknya aksara Latin yang digunakan . Jumlah penutur bahasa karo sekitar 600.000 orang pada tahun 1991

            Ditinjau dari fungsi ataupun tempat pemakaiannya, cakap Karo dibagi dalam tiga bagian yang didalamnya meliputi: dialek, intonasi, arti kata, serta pemilihan katanya. Adapun ketiga pengkatagorian itu meliputi:

1.      Cakap bas peradaten(bahasa dalam peradatan),

2.      Cakap(bahasa) sirulo, cakap jambur(sehari-hari)

3.      Cakap bas kiniteken(keagamaan/spiritual).

Jika ditinjau dari dialek-nya, maka cakap Karo juga dibagi atas tujuh(7) dialek yang juga didasarkan pada tujuh pembagian wilayah adat Karo. Jika kita memaknai kata tujuh pembagian wilayah adat Karo, maka tentunya dapat ditarik kesimpulan kalau yang berbeda disini bukan hanya dialek saja, tetapi juga meliputi arti dari beberapa kata, juga hingga ke masalah peradatannya. Adapun ketujuh pembagian wilayah adat yang juga mempengaruhi dalam perbedaan dialek cakap Karo, yakni:

1.      Gugung/teruh deleng: Kuta Buluh, Tiga Nderket

2.      Karo Timur: Cingkes, Gunung Meriah, Bangun Purba, hingga ke Simalungun, dll;

3.      Karo Jahé/Karo Dusun(Deli-Serdang): Lau Cin/Namo Gajah, Delitua, Sibolangit, Pancur Batu, Senembah-Patumbak, dll;

4.      Karo Langkat/Karo Bingé: Nambiki, Langkat, Serbanaman Sunggal, Tanjung Manggusta, dll;

5.      Singalur Lau: Tiga Binanga, Juhar, dll;

6.      Karo Baluren/Pamah Sigedang(Kab. Dairi);

7.      Karo Urung Julu.

Namun, para ahli bahasa Karo membedakan dialek Karo itu dalam tiga garis besar perbedaan dialek Karo, yakni:

1.      Dialek Gugung

2.      Dialek Kabanjahe, dan

3.      Dialek Karo Jahe.

 

E.     Pakaian Adat

3.JPG

Pakaian Tradisional Etnis Karo berasal dari wilayah Kabupaten Karo. Kabupaten yang sudah terkenal sebagai salah satu destinasi pariwisata di sumut ini identik dengan penggunaan Uis, kain tenun tradisional dari Karo ditambah dengan asesoris Karo sebagai pelengkap.

 

F.     Tarian Tradisional

1.      Tari Piso Surit

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgiQH-RCNuomJFgwrAIbCro_XLbqBnswgPvhfGH39or6064RjnA_-gbouvM9BcEPfEoFMpk4x7mabpZtYeQF4qY9ClhvW1VR8dPfBZSWLQn1Ca8pVWAWUwic8Uncmohzwmho7bVJlEeKLKe/s320/tari+10.png

            Piso Surit adalah salah satu tarian Suku Karo yang menggambarkan seorang gadis sedang menantikan kedatangan kekasihnya. Penantian tersebut sangat lama dan menyedihkan dan digambarkan seperti burung Piso Surit yang sedang memanggil-manggil. Piso dalam bahasa Batak Karo sebenarnya berarti pisau dan banyak orang mengira bahwa Piso Surit merupakan nama sejenis pisau khas orang karo. Sebenarnya Piso Surit adalah bunyi sejenis burung yang suka bernyanyi. Kicau burung ini bila didengar secara seksama sepertinya sedang memanggil-manggil dan kedengaran sangat menyedihkan. Jenis burung tersebut dalam bahasa karo disebut "pincala" bunyinya nyaring dan berulang-ulang dengan bunyi seperti "piso serit". Kicau burung inilah yang di personifikasi oleh Komponis Nasional dari Karo Djaga Depari dari Desat Desa dan penyelenggaraan pesta adat di Desa Seberaya diberi nama Jambur Piso Serit.

 

2.      Guro-Guro Aron (Terang Bulan)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmXT9QMmjrS2dZUzOq5-QH3MJhd_GurBdL4byJBJiKC3JnC7S0Vz05qRZ7J5illIYkuqAYW0-FbAqc9LwaTTOWXqgNS8yBh_Zo_xC7SywDjizhhDhw2YkyJZg-7oTU_pIe8e6hzsT5hUBn/s320/tari+11.png

Guro-guro Aron adalah arena muda-mudi Karo untuk saling kenal dan sebagai lembaga untuk mendidik anak muda-mudi mengenal adat.

Dahulu acara ini dibuat sebagai salah satu alat untuk membudayakan seni tari Karo agar dikenal dan disenangi oleh muda-mudi dalam rangka pelestariannya.
            Acara ini dilengkapi dengan alat-alat musik khas Karo yakni:
Sarune, gendang (singindungi dan singanaki), juga dari penganak.

 

G.    Alat Musik

Beberapa alat musik karo tradisional karo :

1.      Kulcapi

Kulcapi adalah salah satu alat musik tradisional budaya karo. Kulcapi hampir sama dengan gitar akustik biasa hanya saja bedanya kulcapi hanya mempunyai 2 senar (1 dan 2), kulcapi tebuat dari bahan dasar kayu yang di ukir sedemikian rupa hingga menghasilkan suara yang harmony.

kulcapi.jpg

2.      Sarune

~        Anak-anak sarune, terbuat dari daun kelapa dan embulu-embulu (pipa kecil) diameter 1 mm dan panjang 3-4 mm. Daun kelapa dipilih yang sudah tua dan kering. Daun dibentuk triangel sebanyak dua lembar. Salah satu sudut dari kedua lembaran daun yang dibentuk diikatkan pada embulu-embulu, dengan posisi kedua sudut daun tersebut,

~        Tongkeh sarune, bagian ini berguna untuk menghubungkan anak-anak sarune. Biasanya dibuat dari timah, panjangnya sama dengan jarak antara satu lobang nada dengan nada yang lain pada lobang sarune,

~        ampang-ampang sarune, bagian ini ditempatkan pada embulu-embulu sarune yang berguna untuk penampung bibir pada saat meniup sarune. Bentuknya melingkar dnegan diameter 3 cm dan ketebalan 2 mm. Dibuat dari bahan tulang (hewan), tempurung, atau perak,

~        batang sarune, bagian ini adalah tempat lobang nada sarune, bentuknya konis baik bagian dalam maupun luar. Sarune mempunyai delapan buah lobang nada. Tujuh di sisi atas dan satu di belakang. Jarak lobang 1 ke lobang adalah 4,6 cm dan jarak lobang VII ke ujung sarune 5,6 cm. Jarak antara tiap-tiap lobang nada adalah 2 cm, dan jarak lubang bagian belakang ke lempengan 5,6 cm.

~        gundal sarune, letaknya pada bagian bawah batang sarune. Gundal sarune terbuat dari bahan yang sama dengan batang sarune. Bentuk bagian dalamnya barel, sedangkan bentuk bagian luarnya konis. ukuran panjang gundal sarune tergantung panjang batang sarune yaitu 5/9.

balobat1.jpg

3.      Gendang

Alat musik gendang adalah berfungsi membawa ritme variasi. Alat ini dapat diklasifikasi ke dalam kelompok membranofon konis ganda yang dipukul dengan dua stik. Dalam budaya musik Karo gendang ini terdiri dari dua jenis yaitu gendang singanaki (anak) dan gendang singindung (induk). Gendang singanaki di tambahi bagian gerantung. Bagian-bagian gendang anak dan induk adalah sama, yang berbeda adalah ukuran dan fungsi estetis akustiknya

gendang-karo.jpg

 

H.    Peninggalan Suku Karo

1.      Rumah Adat

batak_-_rumah_adat_karo.jpg

Siwaluh Jabu, Rumah Adat Suku Karo

Pada masyarakat Karo terdapat suatu rumah yang dihuni oleh beberapa keluarga, yang penempatan jabu-nya didalam rumah tersebut diatur menurut ketentuan adat dan didalam rumah itu pun berlaku ketentuan adat, itulah yang disebut dengan rumah adat Karo. Rumah adat Karo ini berbeda dengan rumah adat suku lainnya dan kekhasan itulah yang mencirikan rumah adat Karo. Bentuknya sangat megah diberi tanduk. Proses pendirian sampai kehidupan dalam rumah adat itu diatur oleh adat Karo, dan karena itulah disebut rumah adat.

Berdasarkan bentuk atap, rumah adat karo dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

a.      Rumah sianjung-anjung Rumah sianjung-anjung adalah rumah bermuka empat atau lebih, yang dapat juga terdiri atas sat atau dua tersek dan diberi bertanduk.

b.      Rumah Mecu. Rumah mecu adalah rumah yang bentuknya sederhana, bermuka dua mempunyai sepasang tanduk.

Sementara menurut binangun, rumah adat Karo pun dapat dibagi atas dua yaitu:

a.      Rumah Sangka Manuk. Rumah sangka manuk yaitu rumah yang binangunnya dibuat dari balok tindih-menindih.

b.      Rumah Sendi. Rumah sendi adalah rumah yang tiang rumahnya dibuat berdiri dan satu sama lain dihubungkan dengan balok-balok sehingga bangunan menjadi sendi dan kokoh. Dalam nyanyian rumah ini sering juga disebut Rumah Sendi Gading Kurungen Manik. Rumah adat Karo didirikan berdasarkan arah kenjahe (hilir) dan kenjulu (hulu) sesuai aliran air pada suatu kampung.   

 

2.      Pisau Tumbuk Lada

Bahan utama pisau ini adalah pada gagang terbuat dari tanduk kerbau, pisau terbuat dari kuningan atau besi, sedangkan sarung pisau terbuat dari pangkal bambu atau tanduk kerbau, Pada pangkal sarung Tumbuk Lada terdapat bonjolan bundar yang selalunya dihias dengan ukiran yang dipahat biasanya bentuknya mirip kepala ayam. Sarung senjata ini sering dilapis dengan kepingan perak atau kuningan.

pisau.jpg

Tumbuk Lada digunakan secara menikam, mengiris dan menusuk dalam pertempuran jarak dekat. Ia boleh dipegang dengan dua jenis genggaman yaitu dengan mata keatas ataupun mata ke bawah tetapi sekarang pada umumnya jadi perhiasan atau pusaka yg dipakai di acara adat, atau untuk keperluan pengobatan, maka diadakan upacara Ngelegi Besi Mersik kepada Kalibumbu. Sejauh pengetahuan saya senjata ini bisa juga diisi jimat atau bisa juga diisi racun.

Apakah Piso Tumbuk Lada itu cocok baginya atau tidak ialah:

~       dengan mengukur menggunakan teknik ibu jari kanan dan kiri

~       dengan menantikan petunjuk lewat mimpi


 

BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Batak Karo merupakan salah satu dari suku diindonesia yang sampai sekarang masih menjunjung tinggi kebudayaannya. Banyak diantara kita yang mengganggap suku -suku diindoneisa adalah orang-orang primitif. Tapi kita harus menyadari bahwa merekalah awal dari sebuah perkembangan.Perbedaan sebuah suku bukanlah hal yang menjadi alasan kita untuk bercerai berai. Namun ini adalah adalah satu batu loncatan demi perkembang Indonesia kedepannya.

 

B.     Saran

Sebagai bangsa indonesia kita harus lebih cinta tanah air dan menghargai suku bangsa serta merawat kekayaan budayanya. Karena mereka adalah awal sebuah perkembangan.

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

http://isabellemarissa.blogspot.co.id/2013/11/makalah-ilmu-kebudayaan-batak-karo.html

http://merga-silima.blogspot.co.id/2013/07/kerja-tahun-tradisi-wajib-suku-karo.html

https://karo.or.id/alat-musik-tradisional-karo/

 

 

 

 

Comments

Popular posts from this blog

MAKALAH KEWIRAUSAHAAN Evaluasi dan Pengembangan Usaha

mAKALAH Cabang Olahraga Lempar

MAKALAH Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia